“Alam semesta, penuh rahasia”
Lingkungan
merupakan sumber belajar yang komplit. Tidak hanya kekayaan sumber daya
alamnya, tetapi juga aktivitas manusia yang membentuk lingkungan sosial dan
budaya beragam. Belajar di luar kelas merupakan wahana pembentukan karakter positif
yang kompleks bagi peserta didik. Sayangnya, banyak pendidik enggan memilih pendekatan alam
dengan alasan : rumit, perencanaan panjang, mahal, waktu pelaksanaan panjang, dan
sulit mengendalikan peserta didik.
Karakter terbentuk
dari perasaan, pikiran, dan tindakan sehari-hari,
selanjutnya menjadi kebiasaan. Karakter bangsa tercermin dari sinergi individu anak
bangsa yang berproses terus menerus. Inilah perlunya pembinaan karakter bagi peserta
didik. Peran pendidik sangat dibutuhkan untuk membimbing peserta didik menjadi
peka lingkungan.
Beberapa hal yang akan dikupas penulis
adalah : Bagaimanakah penerapan metode, model, dan teknik pembelajaran yang
tepat dalam pendekatan alam? Nilai karakter apa yang diharapkan terbentuk dalam
diri peserta didik? Bagaimana efek pendekatan alam terhadap hasil belajar peserta
didik?
Desain pembelajaran yang dipilih oleh
guru menjadi salah satu faktor penentu hasi belajar. Capaian Ujian Nasional jenjang
SMA semakin menurun. Sebagian besar dari
mata pelajaran mengalami penurunan selama empat tahun terakhir kecuali
Antropologi. Tidak ada nilai capaian rata-rata yang diatas 6,0 dari tahun 2016
sampai 2018, kecuali Bahasa Indonesia. (Puspendik
Kemendikbud, 2015-2018)
Mengenal JAS
Pendekatan
Jelajah Alam Sekitar (JAS), adalah pembelajaran
yang memanfaatkan lingkungan fisik, sosial, teknologi dan budaya sebagai obyek
belajar peserta didik. Berbagai konsep dipelajari dan dikaitkan dengan dunia
nyata. Diharapkan hasil belajar lebih berdaya guna.
Memadukan Metode dan Model yang Sesuai
Keberhasilan pembelajaran bergantung
pada ketepatan pendekatan, metode, maupun model pembelajaran. Penjelajahan
sebagai karakter kegiatan yang di dalamnya adalah discovery dan inkuiri. Lingkungan merupakan objek yang
dieksplorasi.
Dalam pendekatan JAS Peserta didik melakukan observasi lingkungan sekitar dalam kelompoknya.
Hal ini bermanfaat sebagai wisata ilmiah yang menyenangkan. Peserta didik
diajak mengenal objek, gejala dan permasalahan, selanjutnya menelaah dan
menemukan konsep.
Konseptualisasi peserta didik diperoleh melalui
kegiatan ilmiah. Terjadi proses mengamati, menanya, mengumpulkan data,
membandingkan, memprediksi, merancang kegiatan, membuat hipotesis, merumuskan
simpulan dan membuat laporan. Pendidik lebih leluasa menerapkan model Problem Based Learning (PBL), maupun Project Based Learning (PJBL). Untuk menyiasati banyaknya hafalan, dipadu dengan
penerapan model lain misalnya Snow Ball
Throwing, atau Round Table..
Nilai karakter
Memasukkan pendidikan karakter dalam
pembelajaran harus disertai pemilihan topik materi yang tepat. Pendidik
mengembangkan pengetahuan peserta didik untuk menanamkan afektifnya. Sikap rasa
ingin tahu terbangun karena dihadapkan pada perbedaan kenyataan dengan yang
dipikirkan. Akhirnya terbentuk rasa sayang terhadap alam dan berminat untuk
melestarikannya.
Jangkauan materi pelajaran menuntun
peserta didik untuk mempunyai kemampuan menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya. Perilaku
peduli, responsif, dan pro-aktif juga ditingkatkan. Berbagai sikap
tersebut sebagai solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan.
Peserta didik diharapkan dapat menempatkan
diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
Dari sisi pengetahuan,
peserta didik akan memahami, menerapkan,
menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural. Hal itu
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora. Selanjutnya peserta didik menerapkan pengetahuan pada
kajian spesifik sesuai bakat dan minatnya.
Efek Hasil Belajar
Hasil eksperimen
penulis (Inobel, 2017) membuktikan bahwa hasil belajar kelompok eksperimen
lebih tinggi daripada kelompok kontrol sebesar 17% kognitif, dan 10,68%
psikomotor. Peningkatan kompetensi sikap katagori “sangat baik” sebesar 22,22%. Pendekatan JAS memberikan sumbangan efektif kompetensi kognitif sebesar 27%,
dan psikomotor 25%. Seberapapun peningkatannya, itulah keberhasilan dalam
pembelajaran.
Peserta didik melewati
proses belajar sangat baik karena terlibat langsung dalam pengalaman. Pengetahuan
yang diperoleh lebih bermakna karena ditemukan sendiri. Selain itu kemauan
belajar menjadi lebih tinggi karena dapat aktif selama pembelajaran.
Dalam pembelajaran
terjadi eksplorasi, kontruktivisme pengetahuan, proses sains, masyarakat
belajar, bioedutainment, dan asesment autentik. Konstruktivisme terbangun terbangun
pengetahuan dan keaktifan. Keaktifan dalam mengonstruksi menghasilkan konsep lebih
rinci dan ilmiah. Seluruh aspek pribadi berkembang secara integral. Peserta
didik berkembang dalam hal pemahaman dan berpikir kritis.
Laporan hasil
observasi diselesaikan dengan tahapan proses sains. Tahapan tersebut dimulai
dari proses mengamati (observing), menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Pendekatan JAS dapat mengubah pengetahuan awal peserta didik yang salah
ataupun ragu menjadi benar.
Pendekatan JAS
layak digunakan untuk seluruh mata pelajaran. Pendidik menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi peserta didik berjalan mulus. Dalam diri peserta
didik terjadi kerja sama yang harmonis, bekerja menurut minat dan kemampuan, disiplin
kelas secara wajar dan suasana belajar demokratis. Kita dapat melihat aktivitas
yang tinggi pada peserta didik. Inilah desain belajar bermakna yang
sesungguhnya, sebuah totalitas profesional pendidik untuk anak didiknya! Rekan pendidik
profesional, adilkah anda yang selama ini mengajar berkutat di dalam kelas
saja?
Artikel ini sudah terbit di Suara Merdeka, Sabtu 7 Desember 2019
Penulis: Guru Biologi SMA
Negeri 1 Rembang, Assesor
Jabfung Guru SMA/SMK Provinsi Jateng, Perwakilan Joint Venture of Education
South China University of Technology.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !