Semua indah pada masanya. Bukan aku
menyombongkan diri, bila aku katakan bahwa aku pernah mengenyam perkuliahan dan
akhirnya mengantongi dua ijazah dari dua Perguruan Tinggi ternama di Indonesia,
bahkan Asia Tenggara. Kesempatan kuliah dengan mendapat beasiswa dari
pemerintah membuatku makin serius menjalani hari-hari masa kuliahku di tahun
1988. Begitu pula ketika kesempatan dan fasilitas yang sama kembali aku
dapatkan di tahun 2008. Itulah jalan hidup pendidikan formal yang aku lalui.
Jeda antara tahun 1988-2008 terdapat hal
yang menurutku sangat berarti dalam lingkaran hidup pendidikanku.
Tahun 1993. Itulah tahun pertama aku melaksanakan tugas pemerintah sebagai
seorang guru Biologi di SMA Negeri Rembang. Aku terus belajar sedikit demi
sedikit dari lingkungan tempat aku bekerja. Apapun tugas yang diberikan oleh
atasan, aku laksanakan dengan senang hati sambil terus belajar dengan para
seniorku. Hingga pada saat itu kepaka sekolah menunjukku untuk ikut serta dalam
perekrutan tutor daerah akupun dengan senang hati melaksanakannya. Berbekal
dari nasehat beliau, bahwa aku harus dapat menyesuaikan sekaligus menempatkan
diri sehubungan dengan tugasku adalah memberikan tutorial pada mahasiswa yang
usianya jauh lebih tua dari aku.
Ya, mahasiswaku adalah PNS yang terdiri
dari kepala sekolah dan penilik/pengawas TK/SD. Acara rutin mulai jam 07.30 WIB
sampai jam 16.00 WIB di hari Mingguku adalah menemani mereka belajar di Pokjar
Bulu, suatu daerah pinggiran wilayah Rembang. Aku selalu mengatur waktu
setidaknya 30 menit sebelum tutorial dimulai sudah berada di lokasi. Aha! Bukan
karena sok tertib, namun keadaanlah yang menuntutku menyikapi seperti itu.
Jarak tempuh 20 kilometer dengan medan yang berliku membuatku menjatuhkan
pilihan untuk naik bis umum. Aku yang “raja
mabuk” kendaraan harus “menormalkan diri” lebih dahulu sebelum
melaksanakan tugas. Jangan khawatir, 20-30 menit kemudian aku kembali baik, dan
siap memberikan tutorial.
Tidak hanya aku, mahasiswaku juga
bersemangat dalam melaksanakan tutorial karena dalam satu kelas kami saling
akrab. Ketika jeda, beberapa diantara mereka mengatakan bahwa aku seusia
anak-anak mereka. Bahkan ada diantara mereka mengatakan: “Kami dalam satu
keluarga semua belajar dengan Bu Nur!”. Maklumlah, mereka suami istri dalam
kelas tutorial dan putranya adalah siswa SMA-ku. Bergaul dan mengarahkan
kemandirian belajar di UT dengan orang yang lebih tua mendidikku lebih bersikap
santun dan hati-hati.
Dulu, sebelum kegiatan tutorial awal
semester dilaksanakan seluruh tutor diberi pembekalan dari pihak Universitas
Terbuka. Pada saat itu UPBJJ-UT Semarang mengambil tempat di BPG Srondol,
Semarang (sekarang LPMP Jawa Tengah, red). Masih ingat, kala itu fasilitator tiba-tiba
memanggil aku untuk maju di forum umum. Aku tampil, walau sempat bingung. Aha!
Ternyata fasilitator itu mengumumkan, bahwa aku adalah tutor termuda se Jawa
Tengah! Ya, di usia 23 tahun aku menjadi tutor sekaligus instruktur IPA saat
itu.
Seiring dengan upaya pemerintah untuk
meningkatkan kualitas pendidik di Indonesia, akupun mengupayakan peningkatan
kualitas memenuhi persyaratan dan harapan pemerintah. Pengajar SMA harus dengan
ijazah S1, sedang saat itu aku baru berbekal akta III. Semua serba sulit untuk
seukuran aku. Seorang guru golongan IId, gaji pas-pasan, dengan suami CPNS.
Sementara aku harus tinggal bersama balita pertamaku, karena suami berdinas di
Purworejo. Kami bersama hanya di Sabtu malam sampai Minggu malam.
Aku harus mendapatkan ijazah S1 sekaligus
Akta IV. Mengambil kuliah reguler, jelas tidak mungkin! Menempuh perkuliahan
tiap akhir pekan, berat bagiku! Untunglah pemerintah telah memfasilitasi perkuliahan
jarak jauh di Universitas Terbuka. Aku harus sportif dengan belajar mandiri dan
segera lulus. Itu tekadku! Aku resmi menjadi mahasiswa Universitas Terbuka
UPBJJ-UT Semarang, jurusan Kependidikan Biologi.
UT memang sangat mengerti kebutuhan dan kondisi
orang-orang seperti aku. Selain segala urusan regristasi dan regulasi yang
mudah, kurikulum yang jelas, juga ketersediaan materi belajar yang bervareasi.
Materi belajar berupa multimedia, termasuk bahan belajar cetak baik yang
dilengkapi dengan kaset audio dan video/CD, siaran radio dan TV tersedia.
Diantara vareasi bahan ajar tersebut
pilihan yang pas untukku adalah bahan belajar cetak (buku modul). Lantas,
apakah aku membeli seluruh buku modul mata kuliah? Tentu tidak! Sekali lagi aku
harus bisa mencapai tujuan dengan menyesuaikan kondisi. Bisa memenuhi kebutuhan
susu anakku sudah merupakan anugerah tiada tara bagi keluarga kecil kami. Untuk
memenuhi kebutuhan belajarku, aku bergerilya pada seniorku yang telah lulus
untuk meminjam buku modul mereka. Aku ingat betul ketika harus menunggu 4 jam
di rumah kakak tingkat demi sebuah buku modul. Maklumlah dia seorang pejabat
penting di kota kami, saat itu sedang dinas luar kota. UT hebat, kan? Bisa
menelorkan para pejabat dan orang penting di negeri ini. Oh, ya... kembali ke
buku modul. Seingatku aku hanya mampu membeli 2 buah modul, yaitu Biostatistika
dan Ilmu Nuklir. Itupun “terpaksa” membeli karena diantara senior tidak ada
yang punya. Mereka tidak mengambil mata kuliah pilihan tersebut.
Aku begitu bersemangat kuliah. Lebih-lebih
ketika aku membaca sekilas modul-modul pinjaman tersebut. Woow,... ternyata aku
kembali mengakui bahwa UT betul-betul hebat! Betapa tidak, modul belajar di UT
yang aku dapatkan ternyata ditulis oleh dosen-dosen favoritku saat aku ngambil
jurusan Biologi Universitas Gadjah Mada. Aku tahu betul, beliau adalah orang
orang hebat di negeri ini, bahkan di negeri orang! Inilah fakta seperti yang
dikatakan oleh Budiwati, 2009 bahwa mulai tahun 2008 lebih dari 100 bahan ajar
UT telah ditakar oleh para pakar dari berbagai Perguruan Tinggi terkemuka.
Hasil penakaran menunjukkan, bahwa rata-rata bahan ajar baik dilihat dari
kualitas setiap modul maupun keseluruhan berada pada katagori bagus. Effek
positifnya Budiwati, 2009 menyatakan bahwa lebih dari 80% pakar yang menakar
menyatakan akan menggunakan bahan ajar UT sebagai salah satu referensi
mengajar. Aku makin yakin bahwa UT memang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Jangan mengira perjalanan belajarku
berjalan mulus! Aku dirumah berteman anak laki-laki pertamaku yang saat itu
berumur dua tahun. Dia begitu banyak menyita perhatianku saat di rumah. Sebisa
mungkin aku harus bisa berperan sebagai ibu yang baik baginya. Selalu berupaya
meninabobokkan ketika malam datang sesegera mungkin. Dan itu bukan perkara
mudah bagiku mengingat anakku baru masanya riang melihat dunia. Minimal jam
21.00 WIB dia bisa tertidur, dengan begitu aku memulai dengan menyelesaikan
tanggungan tugas sebagai guru, dilanjutkan dengan membaca modul kuliahku. Namun
tak jarang anakku terbangun, dan yang terparah, buku yang aku pegang direbut
dan dilempar ke lantai. “Ibu nggak boleh belajar! Ayo bobok!”, teriaknya.
Lantas, kapan aku meluangkan waktu untuk belajar materi kuliah? Aku manusia
biasa yang juga mengenal capai dan kantuk! Rasa ikhlas berjuang untuk keluarga
yang membuat damai hati ini. Baiklah, aku akan bangun sebelum subuh buat
belajar.
Aku belajar di UT betul-betul mandiri. Saat
itu aku tidak mengikuti sistem tutorial seperti yang dilaksanakan mahasiswa
sekarang. Belajar memahami modul secara mandiri, begitu pula menyelesaikan seluruh
rangkaian kegiatan praktikum. Untuk hal yang terakhir aku sangat terbantu
karena saat itu di instansi tempat aku mengajar aku mendapat tugas tambahan
sebagai pengelola laboratorium Biologi.
Masih terbayang saat ujian semester aku
mengikuti ujian dari jam pertama sampai jam ke 4. Soal-soal Biostatistik aku
baca berulang-ulang, bahkan kertas soal sempat aku angkat tinggi, aku
miringkan,... karena tidak terbaca olehku. Bukan karena tulisan yang tidak
jelas, namun memang penglihatanku yang terlalu capai sedangkan kondisi ruangan
mulai gelap. Ini memang resiko mengambil jumlah mata kuliah yang maksimal. Ini
memang trik aku, ketika kuliah di UT. Sebagai langkah preventif bila ada nilai
mata kuliah yang tidak keluar! Namun hal tersebut tidak pas bila diterapkan
sekarang, selain UT menerapkan sistem paket regulasi kasus nilai yang tidak
keluar mudah ditelusuri.
Alhamdulillah, aku diberi kemudahan dalam
memahami isi modul perkuliahan dan pelaksanaan praktikum. Aku lulus dan
mendapat ijazah FKIP Pendidikan Biologi tahun 1997, dengan IPK yang lumayan
baik. Lumayan? Yah, tentu lumayan karena dengan IPK yang merupakan salah satu
syarat mutlak memenuhi tersebut aku berhak mengikuti seleksi dan akhirnya lolos
sebagai mahasiswa Bea Siswa Unggulan (BSU) Program Magister di Universitas
Diponegoro tahun 2008. Kesekian kalinya aku kembali menyatakan bahwa UT memang
hebat! Terbukti dengan kredibilitas lulusannya diperhitungkan oleh pemerintah
dan Perguruan Tinggi ternama di negeri ini.
Kini, disela-sela aktivitas sebagai
pengajar, aku masih aktif sebagai tutor yang menemani belajar mahasiswa PGSD UT
Pokjar Blora UPBJJ-UT Semarang. Mahasiswaku sebagian lulusan SMA, guru SD, dan
sarjana S1 lulusan Perguruan Tinggi lain. Kepada mereka aku berikan semangat
dan gambaran agar lebih yakin menempuh kuliah di UT. Sering aku bertanya kepada
mereka saat pertemuan awal tutorial, “Mengapa anda memilih bergabung di UT?”
“Kerena UT memang hebat!”, kataku.
Sumber:
Budiwati, Yulia, 2009. Universitas Terbuka, www.ut.ac.id
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penulis
: Alumni FKIP Pendidikan Biologi UT Tahun 1997, Tutor UPBJJ-UTJawa Tengah
“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti
lomba blog dari Universitas Terbuka dalam rangka memperingati HUT Universitas
Terbuka ke-31. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”
3 comments:
Lewat ut banyak orang sukses!!!
Pendidikan yang berkualitas...
Ngambil jurusan apa di ut pak jarwanto jawara
Harrah's Reno Casino & Hotel - JTGHub
Book your stay at 남양주 출장샵 Harrah's Reno 성남 출장안마 Casino & Hotel. 고양 출장샵 Enjoy the best 대구광역 출장마사지 Las Vegas hotel deals & save! Plus 서울특별 출장샵 concierge access to casinos, shows, nightlife,
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !