Feed back Action Reserch Forum, Central Java.
Lebih tepatnya "bagaikan katak dalam tempurung, namun belum bertaji hendak berkokok", itulah peribahasa yang lebih pantas buat aku. Betapa tidak? Sebagai seorang guru sebuah Sekolah Menengah, diusia memasuki kepala empat, dengan perjalanan karir lebih dari 17 tahun. Merasakan suka, duka, bersama ribuan anak didik yang telah banyak menjadi orang. Semakin dewasa dengan terpaan masalah seputar lingkungan kerja, sehingga semakin paham dengan berbagai karakter teman sekantor. Dengan bekal itulah maka label sebagai seorang yang "dituakan" melekat baik secara resmi maupun tidak resmi pada diriku.
Senior, dengan label itulah, maka seringkali sesama pendidik maupun bukan pendidik menjadikan aku sebagai tempat bertanya, menelorkan kebijakan, maupun pemberi sumbang sih pemikiran suatu rencana masa depan. Aku semakin merasa menjadi orang penting di lingkunganku!
Tidak aku pungkiri. Label yang aku sandang membuat aku terlalu percaya diri. Aku merasa menjadi seorang yang berkemampuan lebih dari pada orang lain. Lebih tepatnya aku mulai dihinggapi penyakit hati. Sombong. Apalagi di lingkungan instansi lain juga banyak yang beranggapan sama, menganggap aku sebagai seorang guru
Keseharian dalam rutinitas. Membuat berbagai macam soal ulangan, uji coba ujian, membimbing lomba, mengisi ekstra, mengoreksi dan menganalisis hasil siswa, merekap nilai, remidial, dan menyelesaikan administrasi guru mengajar, adalah makanan pokok bagi guru termasuk saya tentunya.Untunglah aku sadar bahwa terjebak rutinitas membuat aku statis, maka biasanya aku akan ikut serta dalam forum ataupun kegiatan lain masih dalam lingkup pendidikan.
Bertemu, mengenal, sharing pendapat, dengan banyak orang membuat aku sadar diri. Aku mengakui, bahwa diantara mereka aku tidak lebih bisa! Aku tidak lebih hebat. Banyak diantara mereka yang lebih hebat padahal dari sisi usia jauh lebih kecil bilangannya. Lantas,.... Kemana saja aku selama ini? Apa yang aku lakukan selama ini? Cukup puaskah aku mendengar kabar bahwa anak didikku banyak yang sudah menjadi orang sukses? Cukupkah aku dengan rutinitas mengajar dan menerima gaji setiap bulan? Adilkah aku ketika sibuk menyelesaikan administrasi untuk keperluan pencairan dana sertifikasi? Pantaskah aku berlabel pendidik profesional?... Sedangkan aku sebagai guru "masih seperti yang dulu".
Penyakit apa yang menghinggapi diriku selama ini? Aku merenung dalam rutinitas sebagai guru. Sampai akhirnya aku temukan beberapa gejala penyakit guru yang harus segera aku singkirkan dari diriku, yaitu:
- Mendapat Ilmu
Selama ini sebagai guru aku cenderung lebih banyak mendapat ilmu. Betapa tidak, aku sering mendapat ilmu karena terpaksa. Tambahan ilmu itu aku dapat ketika aku harus mengikuti pelatihan, workshop, fasilitasi kompetensi, dan sejenisnya yang ditugaskan oleh atasan. Banyak ilmu diberikan di sana, namun hanya setitik yang aku peroleh karena sering aku mengikuti karena terpaksa.(tunduk perintah atasan).Inilah penyakitku sebagai guru. Mendapat Ilmu harus aku enyahkan, dengan obat Mencari Ilmu.
- Malas
- Tanpa Target
Melakukan pekerjaan sekedar gugur kewajiban. Itulah aku. Ternyata penyakit malas menyeret penyakit lain yang menyerangku lebih ganas efeknya, yaitu bekerja tanpa target. Akankah hari-hariku aku lampoi dengan "damai" tanpa perubahan kualitas dan nilai lebih tinggi dari seorang guru? Baiklah, ketika memang Tuhan menggariskan aku sebagai guru, memberikan ladang disitu untuk kebaikan dan kemuliaanku. Setidaknya aku harus fahami bahwa anak bangsa yang aku hadapi sekarang sangat berbeda dengan yang aku hadapi 17 tahun lalu. Pantaskah aku sajikan menu yang sama seperti kala itu?
Dear teachers,
Let's go on!
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !